Indolinear.com, Samosir - Museum Pusaka Batak Toba dan Pusat Studi Budaya Batak berisi barang-barang bersejarah bagi warga Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Di dalam museum ini tersimpan barang-barang pusaka yang dikumpulkan Pastor Leo Josten misionaris Katolik asal Belanda. Sebelumnya barang-barang pusaka dan budaya itu tersimpan di Gereja Katolik Inkulturatif St Mikhael Pangururan.

Adapun barang-barang yang dimaksud, antara laingambar tentang kehidupan orang Batak, alat rumah tangga, patung-patung, alat musik, alat tenun, alat perang, dan barang-barang lainnya, serta perpustakaan sederhana.

"Dengan mengenal benda-benda budaya, orang akan mengenal sejarah pemilik benda budaya tersebut. Lewat benda-benda budaya yang ada di museum, orang mengenal, baik sejarah benda budaya tersebut maupun sejarah pemiliknya," kata Ketua Pengurus Museum Pusaka Batak Toba dan Pusat Studi Budaya Batak, BD Simanjorang .

Tidak hanya bernilai sejarah, kata dia, keberadaan museum juga memiliki nilai religi, adat-istiadat, dan peradaban.

"Koleksi barang-barang museum menggambarkan peradaban masyarakat pemilik benda-benda budaya tersebut. Dari sana tampak semaju dan setinggi apa kebudayaan orang Batak Toba," kata BD Simanjorang.

Mengenai Pusat Studi Budaya Batak yang menyatu dengan museum, dia mengharapkan tempat itu menjadi sentrum atau tempat setiap orang untuk mempelajari budaya Batak Toba.

Keberadaan pusat studi ini juga untuk mengumpulkan kearifan lokal yang mungkin sudah lama dilupakan orang. "Ada juga kearifan lokal yang sudah mulai hilang digali kembali. Kearifan lokal merupakan ciri khas suatu suku bangsa. Dengan menggali kearifan lokal, generasi mendatang akan bisa belajar dari padanya dan menghargai budayanya," kata BD Simanjorang.

Dia mengatakan, pusat studi harus membuat publikasi secara teratur sehingga masyarakat luas semakin mengenal budaya Batak Toba. "Untuk ini, pengurus pusat studi harus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak," ucapnya. (Gie)