Indolinear.com, Jakarta - Beberapa perwakilan ulama dari Provinsi Banten, bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan. Berbagai persoalan dibahas, mulai arus baru ekonomi hingga persoalan berita bohong (hoax).

Pertemuan tersebut berlangsung secara tertutup di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten, AM Romli mengaku senang bisa bertemu dan berdiskusi dengan Jokowi.

"Kami telah melakukan pertemuan dengan Presiden, dan pertemuan ini sangat cair. Terus terang dan terbuka. Jadi apapun yang ingin kami sampaikan diterima Presiden, dan apa yang disampaikan Presiden kami terima," kata Romli dalam jumpa pers usai pertemuan di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/3/2018) dilansir detik.com.

Romli menjelaskan isi pertemuan tersebut. Pertama, para ulama dan Jokowi membahas soal arus baru ekonomi Indonesia yang sedang dikembangkan MUI. Selain itu, kedua pihak juga membahas soal pendidikan di pesantren, baik yang modern maupun konvensional.

"Dan telah dipraktikkan di lapangan dalam bentuk bank wakaf. Dan itu akan dikembangkan di pesantren. Dan kedua masalah pendidikan di pesantren modern maupun pesantren kobong," ujar Romli.

Pembahasan tak berhenti di situ. Para ulama menyampaikan keresahan mereka soal berita bohong alias fake news alias hoax.

"Nah, berita bohong inilah bagi kami merupakan potensi untuk mengganggu kerukunan bangsa Indoensia, umat beragama. Karena itu kami semua tokoh masyarakat di Banten dan alim ulama akan bersama-sama memerangi hoax adu domba dan memang ini sudah difatwakan oleh MUI tentang ini," katanya.

Meski demikian, Romli mengapresiasi kinerja pemerintah atas upaya membangun bangsa. "Tentu kita ingin mengapresiasi pemerintah yang telah bekerja keras membangun bangsa ini terlepas dari kelebihan dan kekurangannya ini. Dan itulah yang disampaikan para ulama yang ada di Banten," katanya.

Sementara itu, ulama lainnya yakni Dewan Syuro PB Al Khairiyah KH Mansyur Muhidin mengatakan pertemuan antara ulama dengan Jokowi berlangsung cair. Dalam pertemuan itu juga disinggung soal tokoh pahlawan dari Banten.

"Saya merasa cair dengan obrolan Presiden. Nah saya ada sampaikan kepahlawan masyarakat Banten yang ikut andil menegakkan kemerdekaan dan yang dianggap pahlawan hanya Sultan Ageng Tirtayasa. Padahal syuhada Banten ini ribuan yang ikut menegakkan NKRI," katanya.

Mansyur Muhidin mengatakan saat ini ada dua nama yang sudah berada di Sekretariat Negara untuk pengajuan gelar pahlawan. Yakni, dalam kisah perjuangan Geger Cilegon, Kiai Wasyid. Nama tersebut sudah ditandatangani Gubernur Banten dan sudah melalui penilaian Kementerian Sosial.

"Hanya karena jatah setiap tahun hanya tiga, maka tertunda. Kemudian Kiai Haji Sam'un. Ini Jenderal yang kiai. Pendiri perguruan Islam Al Khairiah. Dia bupati pertama Serang dan meninggal saat perjuangan," kata Mansyur.

Tapi, kata Mansyur, untuk diangkat sebagai pahlawan nasional, nama-nama yang dia sebutkan itu selalu terbentur dengan kebijakan adanya 'jatah' untuk jumlah pahlawan nasional, yakni hanya ada tiga setiap tahunnya.

"Makanya susah jadi nasional. Tapi sudah dapat 'Bintang Mahaputera'. Insyaallah ketika saya upayakan ke Presiden ini akan dicoba tahun depan," katanya dikutip dari Bantennews.co.id, Jumat (6/4/2018).

Mansyur juga mengatakan dalam pertemuan itu dirinya meminta agar Presiden Jokowi mau menemui para ulama di Banten. Sebanyak 1.000 ulama siap untuk bertemu Jokowi di Banten.

"Tentang Banten seribu kiai sejuta santri ini belum terwakili dengan 40 ulama hari ini. Maka kami memohon menjelang Ramadan ini meminta Presiden untuk bertemu 1.000 kiai, dan Presiden respect tentang hal ini," katanya. (Gie)