Indolinear.com, Bangkok – Pada tanggal 6 Oktober 1976 menjadi hari kelam yang hingga kini masih menghantui pemerintah dan masyarakat Thailand. Pasalnya saat itu pasukan militer membantai sejumlah aktivis mahasiswa di halaman Universitas Thammasat di Bangkok.

Peritiwa itu berawal dari unjuk rasa mahasiswa pada akhir September 1976. Mereka menentang kembalinya seorang mantan diktator untuk memerintah Thailand, Thanom Kittikachorn.

Pada awal Oktober tahun itu, ribuan orang berkumpul di Thammasat. Mereka bersatu untuk mencegah kembali berkuasanya Thanom sepulangnya dari pengasingan selama tiga tahun.

Kemudian pada 4 Oktober, mahasiswa menggelar sebuah drama yang menggambarkan proses hukuman mati dua aktivis mahasiswa oleh polisi.

Dilansir dari Liputan6.com (27/07/2018), selama berminggu-minggu siaran radio menyebut bahwa Thammasat adalah sarang pemberontak komunis yang antimonarki. Tensi tinggi kala itu pun tak dapat terelakkan.

Pada 6 Oktober 1976, pasukan paramiliter dan polisi mengepung ribuan mahasiswa yang berada di kampus.

Kekerasan pun bermula saat pihak berwenang menembakkan senjata M-16 dan melempar granat. Namun militer menyebut bahwa pihak mahasiswa yang menembakkan sesuatu telebih dahulu -- meski hal ini selalu dibantah oleh para demonstran.

Selama beberapa jam, pasukan tersebut menembak, memukul, memperkosa, dan membunuh siswa tak bersenjata saat mereka mencoba melarikan diri.

Kekacauan itu pun digunakan untuk membenarkan kudeta militer pada hari yang sama.

Angka resmi menyebutkan bahwa jumlah korban tewas akibat peristiwa itu sebanyak 46 jiwa dan 167 lainnya luka-luka. Lebih dari 3.000 mahasiswa pun ditangkap dalam peristiwa yang dikenal dengan 'Pembantaian Thammasat' tersebut.

Namun, hingga kini jumlah korban tewas dalam pembantaian di kampus di Thailand itu masih diperdebatkan. Para korban selamat mengatakan, jumlahnya lebih dari 100 orang. (Uli)