Indolinear.com, Guangzhou - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah merangkai ulang sejarah soal jalur maritim kuno dan misi agama yang telah menyatukan Tiongkok dan Indonesia.

Pada masa lalu, Indonesia dan Nusantara telah terhubung melalui misi dagang dan misi agama.

Bahkan 'perantara' penyebaran agama (Islam) dari Madinah ke Indonesia adalah Yunnan di China bagian selatan, tempat Laksamana Cheng Ho (Zheng He) lahir.

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI selaku pimpinan Delegasi Parlemen Indonesia saat menyampaikan pidato hadapan peserta 21st Century Maritime Silk Road International Expo 2018 di Guangzhou, Tiongkok, dilansir dari Tribunnews.com (28/10/2018).

Peserta terdiri dari pemimpin pemerintahan dan pengusaha di negara jalur maritim dan jalur sutra yang diinisiasi Tiongkok.

"Indonesia percaya bahwa misi yang penuh perdamaian terbina pada masa lalu dapat menciptakan masa depan yang lebih indah, untuk kebaikan kemanusiaan," ujar Fahri dalam pidatonya di hadapan 57 negara negara peserta.

Fahri mengapresiasi gagasan Presiden RRT Xi Jingping untuk menghidupkan kembali rute perdagangan Silk Road atau Jalur Sutra.

Gagasan tersebut lebih dari persoalan perdagangan, investasi dan keuntungan bisnis yang menjadi tema kegiatan.

Menurutnya, The Silk Road Economic Belt dan 21st Century Maritime Silk Road kedua komponen Belt and Road Initiative (BRI), telah menjadi pengungkit kemajuan ekonomi negara-negara sahabat.

Apalagi, pemerintah RRT menyebut prakarsa itu "upaya untuk meningkatkan konektivitas regional dan merangkul masa depan yang lebih cerah".

Indonesia, lanjut Pimpinan DPR Koordinator bidang Kesejahteran Rakyat (Korkesra) itu, tertarik pada gagasan jalan sutra maritim yang diusulkan oleh pemerintah China, bukan hanya karena China adalah negara kaya dengan kekuatan ekonomi besar di dunia, tetapi karena China telah disebutkan dalam dokumen paling klasik.

"Islam mengajarkan kita 'Kejar pengetahuan bahkan jika itu membawa Anda ke China'. Ini adalah pesan Nabi Muhammad 15 abad yang lalu di Saudi. Ini adalah Kompas dari 2 miliar Muslim yang hidup di dunia saat ini," kata Fahri.

Berdasarkan kebijaksanaan itu, pada abad ke-7, Nabi mengirim salah satu pamannya, Saad ibn Abi Waqqas yang meninggal di kota Ghuangzhou ini dengan sebuah makam dan sebuah masjid yang indah.

"Kebijaksanaan ini memiliki arti yang sangat penting: China selalu penting. Di masa lalu itu berasal dari China yang kita pelajari teknologi maritim, teknologi pembuatan kertas. Sekarang, ketika kertas semakin tidak digunakan, China telah mulai memproduksi teknologi digital secara besar-besaran, dan banyak lagi yang lainnya," paparnya.

China, menurut Fahri juga memiliki banyak tokoh sejarah muslim terkenal yang dikenal di seluruh dunia.

Pada abad ke-15, 5 abad yang lalu, di bawah perintah Kaisar Yongle, salah satu kaisar terbesar di Dinasti Ming, salah satu laksamana Kaisar yang terbesar dikirim untuk berlayar di sepanjang tujuh lautan.

"Ini nantinya akan menjadi Jalur Sutra maritim. Ini adalah rute yang sama dengan yang kami tinjau kembali melalui Inisiatif Jalan Raya Maritim atau BRI," imbuhnya sembari mengatakan sangat percaya apa yang telah menjadi kisah sukses di masa lalu dapat menjadi kisah yang indah untuk masa depan, untuk kehidupan yang lebih baik dari umat manusia.

"Karena itu, saya mewakili negara maritim dengan 75 persn wilayahnya adalah laut, dengan garis pantai yang paling, peringkat ke-4 negara terpadat, populasi Muslim terbesar di dunia, dan yang paling penting, memiliki kesan paling dalam hal undangan untuk mengembangkan jalan sutra maritim," pungkas legislator dapil Nusa Tenggara Barat itu. (Uli)