Indolinear.com, Dublin - Pada tanggal 8 Novenmber 1990, 27 tahun silam, rakyat Irlandia telah memilih sosok bernama Mary Robinson sebagai Presiden wanita pertama mereka. Kendati belum diumumkan secara resmi, namun hasil tidak resmi menunjukan bahwa ia memperoleh nyaris 40 persen suara di putaran pertama.

Sistem perwakilan proporsional Irlandia berarti bahwa hasil pemilu baru dapat dikonfirmasi keesokan harinya. Namun, unggulnya Mary di putaran pertama menandai tidak mungkin ada sosok lain yang akan memenangkan pemilu.

Kemenangan Mary sendiri dengan cepat diakui kubu lawan. Dan untuk pertama kalinya dalam 70 tahun terakhir, kandidat yang diusung Partai Fianna Fail harus menelan kekalahan. Demikian seperti dikutip dari Liputan6.com (04/10/2018).

Mary yang merupakan seorang advokat di Dublin dianggap radikal. Sosoknya merupakan pengacara sipil dan HAM yang telah berkampanye untuk meliberalisasi UU yang melarang perceraian dan aborsi selama lebih dari 20 tahun.

Bagaimanapun, kemenangan Mary tidak hanya disokong oleh wanita diseluruh negeri. Namun ia juga mendapat dukungan dari wilayah pedesaan yang konservatif.

Ibu tiga anak tersebut telah menjadi anggota Senat Irlandia selama lebih dari 20 tahun. Ia sempat dua kali gagal duduk di kursi parlemen sebagai kandidat dari Partai Buruh.

Mary tercatat sebagai presiden ke-7 Irlandia yang menjabat pada periode Desember 1990 hingga September 1997. Ia mencalonkan diri dari Partai Buruh dan didukung pula oleh Partai Hijau dan Partai Pekerja.

Dalam sejarah negaranya, Mary dikenang telah membantu mengubah peran Presiden Irlandia dari posisi seremonial ke tahap yang lebih berpengaruh. Ia mengundurkan diri beberapa bulan sebelum akhir masa jabatannya pada tahun 1997 demi menjadi Komisaris PBB untuk urusan HAM.

Kecamannya yang terus terang dan kritik tanpa kompromi terhadap catatan HAM sejumlah negara membuat marah pemerintah di berbagai belahan dunia.

Dia membangkitkan kemarahan Amerika Serikat setelah melontarkan kritik vokal penahanan tersangka Al Qaeda di Teluk Guantanamo di Kuba. Wanita itu menduduki pos Komisaris PBB hingga tahun 2002 dan setelahnya ia mengumumkan tak berminat mengincar masa jabatan kedua. (Uli)