Oleh : MOH ALI FADILLAH

Tujuh belas tahun perjalanan Provinsi Banten terlalu riskan untuk bisa dipahami secara keseluruhan. Sekalipun hanya sesaat, selalu menyajikan untaian ragam bentuk kebudayaan dengan segala kompleksitasnya.

Refleksi alam dan manusia yang tertangkap pancaindera terkadang berada dalam kohabitasi harmonis, dimana satu dan lainnya saling beradaptasi. Namun, kerap pula saling menundukkan.

Dalam seluruh fase sejarah umat manusia, Banten adalah ruang dan waktu yang mewarisi berbagai peristiwa penting, dan merefleksikan mentalitas dalam ujud gagasan, perilaku dan budaya material, memberi karakter pada peradaban yang sebagian masih aktual dalam konteks modern.Provinsi Banten kini, telah mewarisi masa silam, sekurang-kurangnya sejak Milenium pertama sebelum Masehi sampai awal abad XXI sekarang.

Skema kronologis pastilah bukan sekadar rentetan peristiwa, melainkan juga sebuah bingkai peradaban yang membalut dinamika masyarakatnya, yang tak pernah berhenti mengalami transformasi. Nilai dan norma warisan itu sekarang menjadi penting dalam konteks kebangkitan sebuah new society, di tengah-tengah pergaulan dan sekaligus pergumulan berbagai kelompok pembawa identitas budaya di Provinsi Banten yang kian majemuk.

Masalahnya sekarang bagaimana kita sebagai "pewaris", mampu mengaktualisasikan kembali berbagai fenomena sejarah itu dalam kekinian. Maka pengkajian, pelestarian dan pemberdayaan warisan alam dan budaya mestinya menjadi solusi fundamental untuk memposisikan diri sebagai anak bangsa yang beradab dan berkembang di atas dasar-dasar kebudayan sendiri.

Oleh karena itu, bagaimana kita sekarang dapat mengidealisir konsep "kekitaan" Banten dalam ruang priomordial atau instrumental, adalah persoalan etnisitas yang harus segera dirumuskan kembali dalam konteks nasionalitas Indonesia. Maka persoalan paling mendasar yang dihadapi "Orang Banten" sekarang adalah bagaimana kita mampu menyusun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya tatanan civil society  yang semakin hari semakin beragam.

Sayangnya berbagai konsepsi sering tidak mudah diaplikasikan ke dalam bentuk praksis. Mentalitas Banten dalam berbagai dimensi bentuk, ruang dan waktu seolah tetap menjadi sesuatu yang hanya bisa dirasakan tetapi sukar ditampakkandalam optik empiris.

*Penulis adalah Anggota Banten Heritage