Indolinear.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, masa depan Senayan (Parlemen) itu, tetap harus menjadi silicon valley dari kebebasan pers. Dirinya menyatakan ini karena tidak melihat adanya dinamika institusi pers yang lebih dari yang ada di Senayan ini. Menurutnya, Senayan merupakan tempat lahirnya Dewan Pers dan inovasi-inovasi dalam pers.

"Dan saya juga minta di teman-teman itu ada divisi teknologi pers. Tolong ini diperhatikan," kata Fahri Hamzah saat membuka acara Press Gathering dalam rangka Silaturahmi DPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Wisma Griya Sabha DPR RI, Kopo, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dilansir dari Tribunnews.com (26/11/2018).

Acara sarasehan yang juga bertujuan pemilihan Ketua Pressroom (Media Center) DPR RI ini, selain dihadiri ratusan wartawan sebagai peserta, juga dihadiri Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI dari Rendy Affandy Lamajido (F-PDI Perjuangan), Sekjen DPR RI Iskandar, Deputi Persidangan DPR RI Damayanti, Kepala Biro Pemberitaan Parlemen DPR YOI Tahapari serta jajarannya.

Melanjutkan sambutannya, Fahri mengaku kalau dirinya adalah orang yang anti media mainstream, dalam pengertian sekarang ini tengah menghadapi sosial media (sosmed). Sosmed, lanjutnya, jangan dilawan dengan konglomerasi pers, tapi dilawan dengan agar setiap orang itu menjadi insan dari institusi pers yang membangun kekuatan dengan sungguh-sungguh detail dan murah, serta bertanggungjawab dan komit dengan jurnalistik.

"Termasuk dapat teridentifikasi agar ada ketertiban. Terima kasih kepada pengurus wartawan Parlemen yang telah melakukan penertiban anggotanya. Dan inilah bedanya nanti dan teman-teman akan punya nama. Karena di luar sana, ada teknologi yang membolehkan hoaks dan berita bohong," tegas Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu.

Hal ini, lanjut Fahri, karena Parlemen Indonesia tidak punya hak untuk memanggil pemilik Facebook Mark Zuckerberg, sehingga tidak bisa protes saja. Ketika Mark Zuckerberg dipanggil Kongres Amerika, nangis-nangis minta maaf karena dirinya mengaku waktu membuat teknologi Facebook, tidak menyangka kalau teknologi yang dibuatnya, dipakai orang yang menyebarkan kebencian dan berita bohong.

"Dia (Mark Zuckerberg) minta maaf kepada Kongres dan rakyat Amerika. Padahal, kita juga korban dari hoaks dan berita bohong. Tadi saya melihat di televisi, Presiden kita masih pidato soal fitnah yang diarahkan kepada dirinya. Malah saking kesalnya Pak Jokowi bilang "saya tabok nanti" yang memfitnahnya. Presiden kita jadi korban loh," tutur Fahri.

Lantas, legislator dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu pun menilai positif wartawan Parlemen yang mau mengorganisir dan mendisiplinkan diri sebagai sumber yang bertanggungjawab, dan ini sudah dimulai. Makanya Fahri berharap wartawan Parlemen ini menjadi dari champion silicon valley-nya dan tidak saja jurnalis, tetapi juga pengusaha entertainment journalist yang punya merek dan kredibilitas.

"Mengapa? Karena salah satu Press Room yang ada tempat berdiskusi ada di Parlemen, dan malah agak liberalkan? Dan imajinasi saya, dan tolong nanti Pak Sekjen, agar pengurus baru saya minta tolong adalah satu armada dari pengurus intinya itu kita kirim untuk melawat beberapa forum-forum pers, Press Room yang hebat-hebat dan terkenal di dunia. Serius ini," pesan Fahri. (Uli)