Indolinear.com, Jakarta - Direktur Deteksi dan Ancaman Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sulistyo, mengatakan, gelaran pemilu serentak kemungkinan besar tidak akan luput dari serangan-serangan siber. Setidaknya ada tiga bentuk serangan siber yang dapat ditujukan untuk KPU.

Pertama, serangan yang mengganggu infrastruktur KPU. Kedua, potensi leak atau kebocoran data. Untuk potensi kebocoran ini, menurut Sulistyo, biasanya berkaitan dengan sumber daya manusia yang berperan dalam keamanan siber di KPU.

"Kemudian ada upaya amplify (diperbesar), biasanya bocoran informasi tersebut diperluas melalui media sosial, diperbesar sedemikian rupa, sehingga dampaknya akan masif sekali," tuturnya menjelaskan, dilansir dari Merdeka.com (15/02/2019).

Kemudian ketiga adalah serangan siber tidak hanya ditujukan untuk penyelenggara, seperti KPU dan Bawaslu, tapi juga dapat terjadi pada peserta.

Jadi, dia mengimbau agar para peserta hati-hati mengelola data dan informasi, termasuk orang-orang di lingkarannya. Kendati demikian, BSSN sudah menyampaikan sejumlah hal yang masih masuk dalam domain tanggung jawabnya ke KPU.

"Kami sudah menyampaikan soal cara mendeteksi serangan, menguatkan infrastruktur, dan pemulihan serangan. Tapi, apa KPU akan menindaklanjuti bukan menjadi kewenangan kami, karena kami sangat menghargai independesinya," ujar Sulityo.

Di lain kesempatan, Dony Koesmandarin, Territory Channel Manager Kaspersky Lab Asia Pasifik untuk Indonesia mengatakan, hakikat kejahatan siber adalah ingin mencuri perhatian masyarakat, terutama saat berlangsungnya event-event besar seperti contohnya Pilpres. Di beberapa negara pun demikian. Saat event besar seperti itu, menjadi perhatian kejahatan siber.

"Karena event ini ditunggu semua orang. Hampir di seluruh negara juga sama. Semua event-event besar itu riskan menjadi target kejahatan siber," jelas Dony. (Uli)