Indolinear.com, Jakarta - Partai koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membeberkan strategi mereka untuk memenangkan pemilu legislatif dan pemilu presiden sekaligus. Gerindra mengatakan, salah satu strateginya yaitu mengkampanyekan Prabowo-Sandi dalam setiap kunjungannya ke daerah.

"Yang kami lakukan selalu setiap turun ke lapangan bertemu dengan masyarakat, kami selalu menyampaikan bahwa Indonesia itu butuh perubahan. Kami selalu sampaikan Pak Prabowo-Sandi menawarkan perubahan. Jadi yang kami kampanyekan itu adalah Pak Prabowo dan Bang Sandi dulu," kata Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade dalam diskusi di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dilansir dari detik.com (03/02/2019).

Setelah masyarakat sepakat untuk ganti presiden, Andre lalu melakukan simulasi untuk memilih Prabowo-Sandi. Setelah itu, barulah ia mengkampanyekan dirinya di daerah pemilihannya sebagai caleg.

"Kalau misalnya ada caleg DPRD Kota/Kabupatennya ikut, saya sosialisasikan mereka. Kalau ada caleg DPRD Provinsi yang ikut, saya sosialisasikan. Nama saya selalu saya kampanyekan terakhir. Itu yang kami lakukan di Sumatera Barat," jelas Andre.

"Sehingga memang sinergis bahwa pilpres ini yang kami lakukan, Partai Gerindra, kami di mana-mana di seluruh Indonesia, khususnya di dapil Sumatera Barat 1, kami mensosialisasikan Pak Prabowo dan Bang Sandi dulu, setelah itu baru kami mensosialisasikan partai dan caleg. Ini strategi yang kami lakukan," imbuhnya.

Andre juga menyatakan telah ada koordinasi antar partai koalisi untuk tak saling menggerus suara konstituen masing-masing. Hal itu dilakukan untuk bersama-sama mendapatkan kursi di parlemen nanti.

"Ada beberapa teman-teman caleg yang memang kuat di beberapa daerah, di antara partai lain ya. Kami berkoordinasi untuk tidak saling menggerus kekuatan. Agar kita bersama-sama berkomitmen bener-bener disampaikan Pak Prabowo, bahwa Koalisi Indonesia Adil dan Makmur ini bukan hanya memenangkan Prabowo-Sandi, tapi seluruh partai politik koalisi pendukung Pak Prabowo dan Bang Sandi ini harus menang, lolos ke DPR, kursi yang gemuk. Untuk itu kami selalu berkoordinasi di lapangan sehingga kekuatan kami saling menopang," paparnya.

Senada dengan Andre, Ketua DPP PKS Ledia Hanifah menekankan pentingnya partai koalisi lolos bersama-sama ke DPR. Hal itu menurutnya sangat dibutuhkan untuk mendukung Prabowo-Sandi jika nanti terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.

"Kalau presidennya terpilih, adalah Pak Prabowo dan Bang Sandi, terus punya banyak gagasan, visi misinya bagus, kita semua sudah tahu, ngga dikawal di dewannya, wah nggak kebayang deh pasti repotnya luar biasa. Karena memerlukan keputusan-keputusan bersama. Misalnya kita bicara soal UU, itu domainnya DPR dan pemerintah bersama. Ketika Allah takdirkan Pak Prabowo dan Bang Sandi jadi presiden dan wakil presiden, terus kemudian DPR-nya lebih banyak dari partai yang nggak mendukungnya, ini akan jadi masalah," terang Ledia.

Lebih lanjut, Ledia meyakini bahwa setiap partai politik dalam koalisi memiliki segmentasi pemilih masing-masing. Namun, ia meminta mereka untuk bekerja sama menarik suara swing voters akan beralih ke partai pendukung Prabowo-Sandi.

"Kami yakin bahwa setiap partai politik yang di koalisi punya segmen yang beda-beda, nggak akan sama. Ada irisan pasti, tetapi masing-masing sudah punya pemilih, tinggal perluas yang swing mau kemana. Yang paling penting swing yang ada itu larinya adalah ke partai koalisi, jangan di tempat lain," ujarnya.

Di sisi lain, PAN mengusung slogan 'bela rakyat bela umat' untuk kampanye mereka secara nasional. Sekjen PAN Eddy Soeparno menyatakan slogan tersebut akan menunjukkan arah keberpihakan PAN untuk membela rakyat kecil.

"Itu fokus dari PAN. Saya kira tidak tenggelam kegiatan pileg ini hanya karena pilpres. Euforia pilpres memang besar, tinggi, tetapi bukan berarti bahwa kita itu tidak all out untuk di legislatif. Saya kira bobotnya itu kurang lebih sama, kalau tidak lebih besar dari legislatif, ya itulah kepentingan masing-masing partai," ungkap Eddy.

Eddy melihat, sejak tahun 2016, ada tiga pola yang terbentuk dalam pemilu, yaitu politik uang, dinasti politik, dan politik identitas. Politik identitas itulah yang menurutnya sangat mewarnai gelaran pileg dan pilpres kali ini.

"Dulu itu ya bahkan dalam pemilu lima tahun yang lalu itu kalau kita mau menjangkau pemilih terutama pemilih berbasis keumatan, pemilih Islam, itu tersebar di mana-mana, sekarang pemilih itu ngumpul. Jadi bagi partai-partai yang memiliki agenda keumatan yang kuat apalagi didukung Ijtima Ulama, saya kira itu akan mendapatkan manfaat yang besar untuk mengambil ceruk pasar dari pemilih berbasis keumatan itu yang sekarang sudah berkumpul, nggak usah susah-susah lagi nyarinya," tutur Eddy.

Eddy menilai saat ini banyak ormas-ormas dengan militansi tinggi yang berkembang, misalnya Front Pembela Islam. Dengan militasi tersebut, menurut Eddy, mudah bagi partai politik menjaring massa saat kampanye.

"Tapi saya lihat kok tanpa ada komando, kegiatan seperti itu menurut saya sangat ampuh, di saat kita memang membutuhkan perolehan suara yang tinggi, baik itu pilpres maupun pemilu dan ini saya kira adalah strategi yang boleh dibilang cukup cost efisien untuk kita bisa mendapatkan perolehan suara," ucapnya. (Uli)