Indolinear.com, Palestina - Dua puluh dua tahun silam tepatnya pada Tanggal 20 Januari 1996, Yasser Arafat terpilih sebagai Presiden Otoritas Nasional Palestina setelah mengantongi 88,1 persen suara rakyat.
Ia tercatat sebagai pemimpin pertama Palestina yang terpilih secara demokratis dalam sejarah.
Seperti dilansir dari Liputan6.com (11/02/2019), Arafat yang merupakan pendiri Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), pada awalnya angkat senjata untuk memperjuangkan sebuah negara Palestina yang merdeka. Namun, pada akhir 1980-an, ia mengejutkan Israel dan dunia saat mulai beralih ke solusi diplomatik.
Arafat dikabarkan membujuk PLO untuk secara formal mengakui hak Israel, hidup berdampingan dengan negara Palestina yang merdeka. Pada 13 September 1993, Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin menandatangani Persetujuan Damai Oslo I di Washington, Amerika Serikat. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Presiden AS Bill Clinton.
Satu tahun kemudian, Arafat dan Rabin kembali menandatangani perjanjian perdamaian yang memungkinkan Palestina memiliki pemerintahan sendiri di wilayah yang diduduki Israel. Pada 1995, Arafat berbagi Nobel Perdamaian dengan Rabin dan Shimon Perez atas jasa mereka melahirkan persetujuan damai.
Dalam pemilu demokratis pertama Palestina pada 1996, Arafat yang meraih kemenangan luar biasa mengonsolidasikan kekuasaannya atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Di dalam perjanjian 1995, kedua wilayah ini masuk dalam daerah yang mendapat otonomi.
Harapan akan perdamaian terempas pada tahun 2000 ketika Arafat, yang kala itu dirundung kritik di dalam negeri karena dianggap terlalu banyak berkompromi, dan Perdana Menteri Israel Ehud Barak gagal menuntaskan negosiasi final perdamaian.
Seiring dengan runtuhnya upaya negosiasi, sebagian besar rakyat Palestina masih hidup dalam kemiskinan. Sementara itu, gelombang kekerasan baru meletus. Israel menyalahkan Arafat atas hal tersebut, meski kekerasan dilakukan oleh kelompok Hamas dan Jihad Islam -- dua kelompok yang tidak berada di bawah kendali Arafat.
Di lain sisi, naiknya pemerintahan sayap kanan di Israel membuat prospek perdamaian antara kedua negara kian jauh.
Wafat di Prancis
Arafat berjanji untuk bergabung dalam perang melawan teror yang digagas AS pasca-serangan 11 September 2001. Namun, meski telah menyatakan sikap, ia tetap tidak mendapat dukungan dari orang nomor satu di Negeri Paman Sam saat itu, George W. Bush, yang sangat pro-Israel.Desember 2001, setelah serangkaian aksi bunuh diri yang dilakukan warga Palestina, Bush masih bergeming atas sikap Israel yang menaklukkan Tepi Barat dan "memenjarakan" Arafat di kantor Otoritas Palestina dengan mengepungnya menggunakan tank.
Setelah Israel menolak tawaran kompromi yang diajukan Liga Arab, serangan dari pihak Palestina meningkat hingga menyebabkan Tel Aviv kembali melancarkan intervensi militer di Tepi Barat.
Arafat akhirnya dibebaskan pada Mei 2002 setelah tercapainya sebuah kesepakatan di mana pemimpin Palestina itu diharuskan mengeluarkan pernyataan dalam Bahasa Arab.
Inti pernyataan itu adalah instruksi agar pengikutnya menghentikan serangan terhadap Israel. Namun, imbauannya diabaikan dan kekerasan pun terus berlanjut.
Dalam sebuah wawancara tahun 2004, Presiden Bush menolak status Arafat sebagai perwakilan sah rakyat Palestina.
Kebijakan tersebut mengakhiri harapan akan lahirnya sebuah kesepakatan damai. Dan pada Oktober di tahun yang sama, muncul laporan bahwa Arafat sakit parah. Ia diterbangkan ke Paris untuk mendapat perawatan dan pada awal November ia dikabarkan mengalami koma.
Arafat yang akrab disapa "Abu Ammar" dinyatakan meninggal pada 11 November 2004. Penyebab kematiannya hingga kini masih jadi misteri. Ada laporan yang menyebut ia tewas diracun, namun belum ada kesimpulan akhir terkait hal ini. (Uli)
0 Response to "[Pos baru] Yasser Arafat Terpilih sebagai Presiden Otoritas Nasional Palestina"
Post a Comment