Indolinear.com, Washington - Tanggal 22 Desember 1941, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill tiba di Washington DC, Amerika Serikat untuk menemui Presiden AS kala itu, Franklin Delano Roosevelt (FDR).

Mereka hendak membicarakan mengenai strategi dan perdamaian masa depan Anglo-AS. Pertemuan dilakukan setelah AS, akhirnya, terseret langsung dalam perangan Pasifik (Perang Dunia II) dan Eropa, sebagaimana dikutip dari Liputan6.com (25/12/2018).

Maka dari itu, adalah sebuah kewajiban bagi Inggris dan AS untuk menciptakan kedamaian di kawasan tersebut. Kesepakatan dari kedua belah pihak pun lahir, Churchill dan FDR memutuskan untuk menggabungkan dan mengkoordinasikan strategi militer untuk menghadapi Jerman dan Jepang.

Selain itu, mereka juga menyusun invasi bersama masa depan di benua Eropa. FDR juga menyetujui peningkatan radikal dalam program produksi senjata AS.

Pada akhir tahun 1943, jumlah pesawat operasional AS menjadi 45.000, dari yang semula berjumlah 12.750 pesawat. Sementara itu, sebanyak 15.450 tank -- yang sebelumnya diusulkan -- juga ditambah, sehingga total menjadi 45.000 tank. Pasokan senapan mesin yang diproduksi pun dinaikkan hampir dua kali lipat, menjadi 500.000.

Di antara hasil penting pertemuan itu adalah sebuah deklarasi yang dikeluarkan oleh Churchill dan FDR yang ditandatangani oleh 26 negara. Deklarasi ini meminta agar keduapuluhenam negara tersebut bersedia menggunakan seluruh sumber dayanya untuk mengalahkan kekuatan Poros (Axis) dan tidak menuntut perdamaian terpisah.

Konfederasi itu lalu menyebut dirinya sendiri sebagai "Perserikatan Bangsa-Bangsa". Dua puluh enam negara yang dipimpin oleh AS, Inggris, dan Uni Soviet tersebut menyatakan tujuan terpadunya untuk menjamin kebebasan kehidupan, kebebasan beragama, serta kebebasan untuk melestarikan hak-hak manusia dan keadilan.

Pertemuan Churchill dan FDR menjadi cetak biru (blueprint) untuk melahirkan organisasi perdamaian internasional dan menghancurkan fasisme. (Uli)