Indolinear.com, Banten - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan di akun Twitter pribadinya @Sutopo_PN, tentang sangat penting Indonesia memiliki alat pendeteksi dini tsunami yang disebabkan longsor bawah laut pada hari Senin (24/12/2018).

Dalam twitnya tersebut, Sutopo menjelaskan betapa pentingnya alat pendeteksi dini tsunami yang diakibatkan longsor bawah laut dan erupsi gunung api.

Sutopo mengatakan, Indonesia saat ini belum memiliki sistem peringatan dini tsunami akibat longsor di bawah laut dan erupsi gunung api.

"Indonesia belum memiliki sistem peringatan dini tsunami yang disebabkan longsor bawah laut dan erupsi gunungapi," tulis Sutopo dalam Twitter-nya @Sutopo_PN, dilansir dari Tribunnews.com (24/12/2018).

"Yang ada saat ini sistem peringatan dini yang dibangkitkan gempa," lanjut Sutopo.

Sutopo menjelaskan, alat peringatan dini tsunami akibat gempa yang dimiliki Indonesia saat ini sudah berjalan baik.

"Sistem sudah berjalan baik. Kurang dari 5 menit setelah gempa BMKG dapat memberitahukan ke publik," jelas Sutopo.

Sutopo juga mendesak agar Indonesia membangun sistem peringatan dini akibat longsor bawah laut dan erupsi gunung api.

Dirinya juga menjelaskan jika longsor bawah laut telah menyebabkan tsunami di Maumere pada tahun 1992 dan di Palu pada tahun 2018.

"Indonesia harus membangun sistem peringatan dini yang dibangkitkan longsor bawah laut & erupsi gunungapi," tulis Sutopo.

"Adanya gempa menyebabkan longsor bawah laut lalu memicu tsunami diantaranya tsunami Maumere 1992 dan tsunami Palu 2018," ujarnya.

Di Indonesia sendiri memiliki sebanyak 127 gunung api yang teresebar di seluruh pulau di Indonesia.

Gunung api tersebut, Sutopo menjelaskan, beberapa berada di laut dan pulau kecil yang dapat mengakibatkan tsunami saat terjadinya erupsi.

"127 gunungapi atau 13% populasi gunungapi di dunia ada di Indonesia," ujar Sutopo.

"Beberapa diantaranya gunungapi ada di laut dan pulau kecil yang dapat menyebabkan tsunami saat erupsi," terang Sutopo.

"Tentu ini menjadi tantangan bagi PVMBG, BMKG, K/L dan perguruan tinggi membangun peringatan dini," tambahnya.

Menurut Sutopo, semua bencana seperti banjir, longsor, erupsi gunung api, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, dan puting beliung perlu sistem peringatan dini.

Sutopo juga mengatakan jika belum semua daerah yang rawan bencana ada sistem tersebut.

Padahal, sistem tersebut menurut Sutopo sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui informasi terhadap bencana.

"Bencana lain seperti banjir, longsor, erupsi gunungapi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, puting beliung juga masih perlu sistem peringatan dini," pungkas Sutopo.

"Belum semua daerah rawan bencana ada sistem peringatan dini. Yang bisa memberikan informasi kepada masyarakat sebelum bencana," ujar Sutopo.

Sutopo menjelaskan kejadian tsunami di Selat Sunda diakibatkan tidak adanya peringatan dini.

"Tidak ada peringatan dini tsunami di Selat Sunda pada 22/12/2018 malam. Tidak adanya peralatan sistem peringatan dini menyebabkan potensi tsunami tidak terdeteksi sebelumnya," kata Sutopo.

"Tidak terpantau tanda-tanda akan datangnya tsunami sehingga masyarakat tidak memiliki waktu evakuasi," ungkap Sutopo.

Sutopo juga mengatakan, jika jaringan buoy yang ada di Indonesia sudah tidak beroperasi sejak tahun 2012 diakibatkan vandalisme (perusakan).

Tidak beroperasinya jaringan buoy tersebut juga diakibakan terbatasnya anggaran.

Indonesia, menurut Sutopo, harus membangun kembali jaringan tersebut.

Selain tentang peringatan dini tsunami, Sutopo juga mengatakan jika erupsi Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12/2018) malam bukan yang terbesar.

Pada periode Oktober - November 2018, Gunung Anak Krakatau pernah erupsi lebih besar hingga menyentuh Status Waspada Level 2. (Uli)