Indolinear.com, Managua – Tanggal 23 Desember 1972, 45 tahun lalu, sebuah gempa berskala 6,2 skala Richter di Managua, Nikaragua, menewaskan lebih dari 10.000 orang dan membuat 250.000 lainnya kehilangan tempat tinggal.

Gempa yang terjadi pada dini hari itu menghancurkan hampir 75 persen kota Managua.

Seluruh saluran listrik, telepon, gas, air, dan pembuangan putus. Satu-satunya cahaya yang terlihat adalah dari sejumlah kebakaran akibat gempa di sekitar kota, dilansir dari Liputan6.com (26/12/2018).

Pada pagi harinya, kekacauan menyelimuti Managua. Meski banyak orang terjebak di reruntuhan, hanya terdapat sedikit petugas penyelamat.

Pemerintah pun tak menyediakan cukup makanan untuk didistribusikan dan polisi diperintahkan untuk menembak para penjarah.

Situasi mencekam tak sampai di sana. Sebanyak empat rumah sakit besar di kota tersebut turut hancur, sehingga menyulitkan para korban luka untuk mendapatkan perawatan medis.

Presiden Nikaragua yang menjabat kala itu, Anastadio Somoza, memerintahkan seluruh warga dievakuasi.

Kosta Rika menjadi negara pertama yang memberikan bantuan. Langkah itu diikuti negara-negara lain menyusul telah diketahuinya tingkat kerusakan.

Salah seorang pemain baseball, Roberto Clemente, mengorganisir sendiri bantuan untuk korban gempa. Namun nahas, pesawat yang mengangkut bantuan tersebut jatuh, menewaskan dirinya dan empat orang lainnya.

Berminggu-minggu usai gempa, hampir separuh penduduk Managua kehilangan tempat tinggal. Pemerintah pun memutuskan untuk membuldoser sebagian wilayah kota tanpa mengambil jasad yang ada di balik reruntuhan terlebih dahulu.

Selama bertahun-tahun negara itu masih terguncang. Pasalnya, separuh ekonomi di sana berbasis di Managua dan hampir setiap bisnis di kota itu terdampak.

Sebuah studi kemudian mengungkap bahwa episentrum atau pusat gempa cukup dangkal, yakni hanya 14,5 kilometer di bawah kota. Namun hal itu menjadi petaka besar karena tanah di sana relatif tidak stabil ditambah konstruksi bangunan yang buruk.

Managua berada tepat di tengah wilayah vulkanik dan memiliki empat patahan paralel di bawahnya.

Gempa sebelumnya yang terjadi pada 1885 dan 1931 menimbulkan kerusakan serupa, namun dalam skala yang lebih kecil. (Uli)