Indolinear.com, Palu - Korban luka akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala terus berdatangan. Sementara fasilitas di rumah sakit juga rusak akibat guncangan gempa. Namun perawatan darurat harus segera dilakukan.

Para dokter dan mahasiswa koas atau co-assisten terus bahu-membahu tanpa kenal lelah demi menolong pasien. Seperti pengalaman dokter Akbar Wibriansyah (29), dokter umum yang sedang menjalani stase untuk menjadi dokter spesialis saraf.

Ia menyambangi berbagai daerah selama setahun ini. Oktober ini, giliran di RSUD Undata Palu yang dia dikunjungi. Kedatangannya bertepatan dengan gempa dan tsunami yang mengoyak wilayah ini, Jumat 28 September lalu.

Sebanyak 109 korban gempa menjadi pasien RSUD Undata. Banyak jumlah pasien yang masuk tak sebanding dengan dokter yang sedang berjaga. Di situ, Akbar mendadak menjadi dokter serba bisa alias sapujagad.

Betapa tidak, saat kejadian cuma ada empat dokter. Selebihnya, mahasiswa Koas atau co-assisten. " Ada dokter IGD dua orang, satu saya sebagai residen saraf. Ditambah satu lagi dokter," ucap dia dilansir dari Dream.co.id (06/12/2018).

Harus Menangani Patah Tulang Padahal Bukan Kompetensinya

Di hari pertama, pasien yang dirawat rata-rata menderita patah tulang. Sebenarnya itu bukan kewenangannya. Tapi dalam keadaan darurat, mau tidak mau itu menjadi tanggung jawabnya.

Kondisi Genting Ibu dan Bayi yang Mengharuskan Operasi Caesar

Contohnya, kala menanggani beberapa pasien yang mengalami patah di saluran kencing.

"Orang pasang selang kencing biasa. Banyak yang patah di saluran kecing berarti kita kan gak bisa pasang selang. Kita harus tusuk di kantung kecing. Dimasukan kateter. Itu saya seumur hidup belum tangani akhirnya karena tidak ada dokter saya kerjain saja," cerita Akbar.

Mahasiwa Koas Terjun Langsung

Tercatat, yang ditangani pada hari pertama sekira 30 pasien. Selain itu cerita yang mungkin tidak dapat terlupakan yakni keberanian mahasiswa Koas yang totalnya 100 orang.

Mereka terpaksa menanggani pasien yang sebetulnya bukan bagian dari kompetensinya. Tapi, bagi Akbar itu sesuatu yang wajar sebab kondisinya sedang darurat.

"Hari pertama belum ada tim yang lain. Ini kebanyakan masih ko-assisten Koas. Mereka harusnya belum boleh pasang infus. Jadinya belum punya izin melakukan tindakan apapun. Tapi kan mereka sesuai prosedur. Dia juga udah ujian sebelum Koas," papar dia Akbar. (Uli)