Indolinear.com, Tangsel - Pelajar merupakan sasaran yang rawan terjangkit bahaya radikalisme dan terorisme. Untuk itu diperlukan upaya cegah dan tangkal agar generasi muda aman dari bahaya itu.

Hal ini dibahas dalam Diskusi Publik dengan tema Pelajar dan Pemuda Zaman Now Tolak Radikalisme dan Terorisme yang digelar oleh Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa 27 Februari 2018 di Telaga Seafood, Serpong, Tangsel.

Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie yang hadir dalam kegiatan tersebut mengajak para pelajar di Tangsel untuk senantiasa mengamalkan Pancasila.

"Kedepannya pelajar di Tangsel harus terus dilandasi ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan senantiasa mengedepankan gotong royong. Dan sebelum membahas tentang radikalisme ataupun terorisme, satu hal krusial yang harus kita ingat adalah sebuah kenyataan bahwa Negara Indonesia yang kita cintai ini adalah sebuah negara majemuk beragam dalam banyak konteks termasuk dalam hal suku, agama ras, faham, aliran," ujar Benyamin Davnie.

Perwakilan dari Dewan Pendidikan Kota Tangsel, Ngatmin Al-Arif menjelaskan bahwa radikalisme bukanlah ajaran Islam dan jangan mengaitkannya dengan Islam.

"Jika ada yang menyebut Radikalisme dan terorisme itu ajaran Islam maka itu salah, karena Islam tidak pernah mengajarkan hal ini. Untuk mencegah pelajar yang terkena faham radikal maka kita memperkuat Pancasila dan perkuat Islam moderat mulai dari NU, Muhammadiyah dan MUI. Setiap sekolah juga harus mengambil peran," ujarnya.

Hal senada tentang Islam yang anti kekerasan juga dijelaskan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Media Zaenul Bahri.

Menurut Zaenul Bahri dalam materinya agama apapun dapat menyebar melalui budaya dan dengan budaya agama diterima diseluruh negara yang ada.

"Islam sendiri di Indonesia juga disebarkan melalui Budaya salah satunya adalah Wali Songo pada abad ke 13 dan 14. Wali Songo  berhasil menyebarkan agama Islam tanpa adanya pertumpahan darah dan kekerasan," kata Zaenul dalam Diskusi publik yang dihadiri sekitar 150 pelajar dan anggota organisasi kepemudaan di Tangsel ini.

Pelaku teror, tambah Zaenul sangat bertentangan dengan agama dan juga bertentangan dengan Budaya.

"Para pelaku teror tidak memperhatikan dan mengabaikan budaya yang ada di Indonesia," ucapnya lagi.

Rumadi Ahmad Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau LAKPESDAM PBNU mengatakan bahwa saat ini pelajar dan mahasiswa di Indonesia masih sangat mencintai NU dan Muhammadiyah.

"Mereka (pelajar dan mahasiswa) sebagian masih lebih memilih organisasi NU dan Muhammadiyah dibanding organisasi radikal. Ini sangat bagus dan menggembirakan," ujarnya.

umadi mengatakan faham radikalisme biasanya tersebar melalui media sosial.

"Pemuda dan pelajar rentan dengan ancaman media sosial, sehingga media sosial dapat melipat gandakan ancaman, contohnya apabila ingin menjadi teroris cukup belajar dari media sosial dan internet. Penggunaan media sosial juga sering digunakan dalam penyebaran berita hoax, dan politisasi," pungkasnya.  (sophie)