Indolinear.com, Mataram - Juara dunia bulu tangkis Liliyana Natsir mengakui tantangan buat calon atlet di luar Pulau Jawa jauh lebih  berat daripada rekannya yang berasal dari Pulau Jawa.

Hal ini diungkap atlet puteri asal Manado, Sulawesi Utara ini usai memberikan coaching clinic di hadapan puluhan calon atlet bulu tangkis di GOR 17 Desember, Turide, Mataram, dilansir dari Kompas.com (14/02/2018).

"Melihat para calon atlet tersebut, saya jadi ingat dengan apa yang saya rasakan saat masih berlatih di klub kecil di Manado sana," kata Liliyana. "Kami para atlet daerah harus ekstra memotivasi diri kita sendiri apabila ingin berprestasi tinggi. Kalau tidak biasanya jadi asal-asalan"

"Saya merasakan sendiri rasa minder atau kecil hati, apabila bertemu lawan-lawan dari Pulau Jawa," kata Liliyana yang biasa dipanggil Butet tersebut. "Lihat penampilan mereka saja kita sudah kecil hati. Apalagi kalau melihat pemain yang teknik pukulannya sudah bagus, langsung kecil hati."

Butet mengakui faktor orang tua memang berpengaruh, meski bukan yang utama. "Yang utama tentunya motivasi sianak itu sendiri. Saya misalnya. Papi saya boleh-boleh saja bilang 'mengapa harus takut sama lawan kamu? Kan sama-sama makan nasi?' Tetap saja saya dilanda perasaan takut bertanding itu."

Faktor orang tua menjadi penting, sejauh orang tua itu punya ambisi atau tidak supaya anaknya berprestasi tinggi.  "Ada yang ingin anaknya berprestasi yang begitu-begitu saja, untuk hobi atau mewakili sekolah atau paling tinggi daerah. Tetapi ada juga yang orang tuanya melihat anaknya bisa meningkatkan kualitas hidup dengan menjadi atlet bulu tangkis yang berprestasi. Apalagi sekarang kan bonusnya besar."

Ia menunjukkan betapa berlimpahnya  fasilitas yang dinikmati pemain berprestasi saat ini. "Dulu saya bisa berlatih di Jawa dengan perjuangan dan biaya dari keluarga sendiri.  Jadi meski sangat sakit karena harus meninggalkan mama papa, saya tahan-tahanin. Belum kalau sakit di asrama, langsung home sick deh," katanya.

"Kalau sekarang atlet yang berprestasi dan masuk klub, semua kebutuhannya dipenuhi.  Bayangkan dulu saya  kalau juara hadiahnya hanya Rp 100-150 ribu rupiah. Begitu pun Owi (Tontowi), juara Taruna hanya dapat Rp 750 ribu," katanya. "Tetapi kalau anak sekarang, begitu juara dia bisa dapat bonus jutaan rupiah."

Hal inilah yang seharusnya menjadi motivasi bukan hanya buat atlet, tetapi terutama orang tua. "Tetapi sekali lagi saya ingatkan, peran orang tua -apalagi di daerah luar Jawa- untuk mendorong anaknya menajdi juara harus lebih besar dan tahan banting," ungkapnya.

Dalam acara "Djarum Badminton All Stars dan Coaching Clinic" yang  berlangsung di GOR 17 Desember Turide, Mataram, 9-10 Desember ini, Tontowi dan Liliyana memang menjadi figur yang ditunggu.  Saat diperkenalkan, sambutan buat juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016 ini sangat meriah dari seluruh penonton stadion. (Uli)