Indolinear.com, Lebak -  Non Government Organitation (NGO) Banten Heritage di usia ke-16 tahun concern terhadap tiga misi yang menjadi program kerja ke depan. Ketiganya adalah, menghidupkan kembali kopi asli Banten, mitigasi bencana, dan program ketahanan pangan lokal.

"Kita harus memiliki identitas dari produk-produk unggulannya masing-masing dan waktu itu kita sudah terpikiran untuk memiliki kopi Banten. Karena kopi Banten saat ini hampir tidak ada, padahal di Banten berdasarkan kebijakan pemerintahan Belanda saat itu salah satunya adalah untuk membangun produk-produk yang bisa dipasarkan di Eropa, salah satunya adalah kopi robusta," ungkap founder Banten Heritage, Ali Fadilah usai acara Milangkala ke-16 Banten Heritage di Museum Multatuli, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (26/1) siang.

Kata dia, saat ini dengan banyaknya kedai kopi di kota-kota besar, sebagian besar merupakan kopi dari luar daerah, seperti dari Aceh hingga Wamena, Papua. Sementara untuk kopi lokal Banten masih belum ada. "Kami membangun visi baru bahwa kopi harus dihidupkan kembali di daerah Banten," ujar pria berkacamata ini.

Tema kedua, lanjut Ali, adalah persoalan mitigasi bencana alam. Sebab, Provinsi Banten tentunya tidak terlepas dari bencana alam, terutama letusan Gunung Anak Krakatau maupun pertemuan lempeng Indo-Australia. Kemudian tema ketiga adalah persoalan pangan.

Kata dia, pada tahun 1950-an, Presiden Soekarno pernah menyampaikan jika persoalan pangan adalah masalah bersama karena menjadi hidup dan matinya bangsa.

"Dan kami tertarik dengan tema Bung Karno tersebut untuk memperhatikan pangan dari sisi kebudayaan. Jadi kita akan melakukan kajian-kajian, terutama kita harus bisa mengantisipasi kekurangan pangan yang diakibatkan dari menurunnya lahan pertanian yang disebabkan oleh pembangunan fisik dan lainnya," beber Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten ini.

Pada Milangkala ke-16 ini, pihaknya mengangkat tema "Rupa Leuit Urang Kuari". Alasan dipilihnya tema tersebut karena leuit merupakan potret lumbung pangan masyarakat yang sudah hidup sejak lama di Banten.

"Leuit itu artinya lumbung. Jadi seperti profil lumbung pangan kita, hari ini bagaimana dan besok bagaimana. Dan kita itu akan lakukan pengkajian terus-menerus kaitannya lumbung dengan kehidupan masyarakat, terutama di Banten ini," pungkas Ali.

Sementara, Direktur Banten Heritage terpilih masa bakti 2019-2022, Haodudin mengatakan, tentunya akan menjalankan visi dan misi secara keorganisasian yang sudah ditetapkan melalui AD/ART.

"Bagi saya pribadi ini kepengurusan yang baru, karena sebelumnya di tiap divisi itu (personel, red) lumayan banyak. Di kepengurusan ini saya hanya buat tiga divisi saja, pertama Divisi SDM dan Kelembangaan, Divisi Pengabdian Masyarakat dan ketiga Divisi Informasi dan Data," terang Haodudin.

Kata dia, kepengurusan masa bakti 2019-2022 ini cukup sederhana karena hanya diisi tiga orang untuk tiap divisinya. Ia mengaku, akan memperkuat di Divisi SDM dan Kelembagaan.

"Alhamdulillah di kegiatan Milangkala ke-16 ini kita melakukan kaderisasi. Karena di Banten Heritage ini ada dua keanggotaan, pertama adalah anggota penuh dan yang kedua anggota mitra muda Banten Heritage," beber dia.

Mitra muda Banten Heritage, yakni mitra kerja di Banten Heritage dan saat ini ada 25 orang yang dilakukan kaderisasi pada Milangkala ke-16 ini.(Rkm)